Kamis, 14 April 2011

ASAL USUL DESA PACIRAN

PADA zaman dahulu, Sutan Raden Nur Rahmat berkunjung ke kediaman Nyai Ageng Tirtayasa di Rembang, Jawa Tengah. Di sana beliau menjumpai sebuah mushalla milik NA. Tirtayasa lalu berfikir untuk membelinya. Ketika NA. Tirtayasa ditanya perihal pembelian mushalla itu beliau menolak dengan alasan mushalla itu tidak bisa dibeli, kalaupun ingin memiliki disuruh dibawa tanpa dibeli dengan syarat harus dibawa sendiri tanpa bantuan siapapun. Mendengar jawaban itu, SR. Nur Rahmat kebingungan dan beliau kembali pulang.

Di tengah perjalanan, beliau teringat pada seorang guru besar yang tinggal di Desa Sedayulawas, tepatnya di Puncak Gunung Sedayu Lawas. Singkat kata, SR. Nur Rahmat kemudian berguru di sana dengan maksud mendapatkan ilmu kadigdjayaan dari sang guru agar beliau dapat memboyong mushalla tadi dari Rembang ke Sendangagung seorang diri. Mendengar cerita itu, guru besar yang baik hati dan tidak sombong itu bersedia mengajari SR Nur Rahmat sebuah ilmu, dengan ketentuan :
  1. Pergi menghadap NA. Tirtayasa.
  2. Menegaskan kembali tawaran untuk memboyong mushalla. Apabila NA. Tirtayasa masih menyuruh mengangkat sendiri, maka jawab dengan tegas, ”siap”, sembari menghentakkan kaki kanan 3x ke bumi, Insya’ALLAH keinginan tersebut akan dapat terlaksana.
Setelah menemui NA. Tirtayasa langsung dari tempat mushallah itu berada, SR. Nur Rahmat melakukan hentakan 3x, sedemikian hingga terbanglah mushallah itu bersamaan dengan SR. Nur Rahmat ke angkasa. Di sela penerbangannya, beliau mendarat di Gunung Punden, Sentono Kulon, tepatnya di belakang sekolah Mazra`atul Ulum Paciran sekarang. Beliau bermaksud untuk beristirahat sejenak di sana. Saat itu, menjelang adzan awal, ada seorang ibu rumah tangga yang sedang menepuk-nepuk boran dengan enthong lantaran akan di pakai untuk memasak beras.
Nah, ketika mendengar suara tepukan boran itu, SR. Nur Rahmat bergegas terbang kembali bersama mushallanya karena dikira diusir oleh ibu tadi. Dan tak lama terbang, kemudian beliau melalui pohon beringin yang terletak di Dusun Penanjan. Di situlah kemudian daun pintu mushalla tadi jatuh. Namun, SR. Nur Rahmat terus melanjutkan perjalanan hingga ke kediamannya, yakni di Desa Sendangagung.
Mendengar jatuhnya daun pintu yang tidak wajar tersebut, penduduk pun ramai-ramai membicarakannya. Nah, peristiwa itulah yang melatarbelakangi penamaan desa ini. Yakni diambil dari kata jatuh (yang dalam bahasa jawa berarti cicir), yang kemudian disepakati menjadi desa PACIRAN.
Source: paciranlamongan

0 komentar:

Posting Komentar